Pendakian Gunung Prau 2.565 Mdpl Via Patak Banteng
Haii… Saya Arin.
Jejak kata kali ini saya akan
menceritakan pendakian di gunung Prau yang dilaksanakan pada tanggal 29 hingga
30 Juni 2019. Pendakian ini saya lakukan bersama tim Backpacker Jakarta 26.
Gunung Prau berketinggian 2.565 mdpl ini berada di kawasan dataran tinggi
Dieng, Jawa tengah. Just info sedikit aja, kalo Dieng adalah desa tertinggi di
pulau Jawa loh. Nah, gunung Prau ini menjadi titik tapal batas antara 3
kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Wonosobo. Saya dan tim melakukan pendakian ini melalui jalur Tapak
Banteng yang berada di Kabupaten Wonosobo. Jalur ini sudah sangat terkenal dan
bahkan selalu ramai para pendaki di setiap weekendnya. Lebih-lebih kalo ada
long weekend, biasanya jalur ini cukup bisa dibilang macet karena terlalu padat
pendaki.
Seperti biasa, jangan lupa
melakukan registrasi ke pos pendakian ya. Agar namamu masuk ke dalam daftar
pendaki dan terpantau oleh pos. Pendaki akan dikenakan biaya Rp 15.000 per
orang. Saya bersama tim, start pendakian pada jam 16.00 WIB dari basecamp Patak
Banteng. Pendakian menuju pos 1 di awali dengan menaiki tangga dan jalan
bebatuan. Perjalanan dari basecamp ke pos 1 ditempuh dengan waktu kurang lebih
15 menit. Selama perjalanan, saya melewati pemandangan kebun milik warga dan
juga melewati 5 warung yang menjajakan merchandise dari Prau. Di sana juga ada
beberapa warga setempat yang menawarkan jasa sebagai porter loh. Tapi maaf
sebelumnya, saya kurang paham biayanya ya untuk jasa porter tersebut, karena
memang tidak nanya-nanya ke mereka juga.
Lanjut dari pos 1 ke pos 2,
ditempuh dalam waktu 15 menit juga. Track yang dilalui masih ada sedikit tangga
batuan dan selebihnya jalur alami. Jalurnya cukup luas dan sangat jelas sih.
Selama perjalanan menuju pos 2, saya melewati banyak warung yang menjajakan
makanan dan minuman. Kurang lebih ada 8 warung. Setiap melewati warung, memang
buah semangka yang merah dan segar itulah paling sangat menggoda para pendaki
untuk mampir, sekedar icip-icip menghilangkan rasa dahaga. Tapi saat itu, saya
sama sekali tidak mampir ke warung sih. Dikarenakan jam pendakian sudah terlalu
sore, udara pun semakin dingin. Kebetulan di bulan Juli ini, suhu dingin di
Dieng termasuk suhu ekstrim.
Jalur menuju pos 2
Pos 2 Tapak Banteng
Pos 2
Saya mengakui pendakian ini
sungguh mengantukan karena suhu sore itu sudah mencapai 9° C dan sangat
kebetulan hari itu adalah hari pertama saya datang bulan. Jadi cukup terasa
berat pendakian kali ini heuheu… Saya jadi memutuskan terus melakukan pendakian
tanpa mampir ke warung, untuk mengejar waktu dan meminimalisir tubuh saya
ngedrop di jalur. Karena saya juga tidak mau menambah beban tim swiper. Info
tambahan aja nih ya, biasanya pendaki yang mulai mengantuk dalam pendakian sudah
menjadi tanda-tanda kalau tubuhnya mulai melemah. Saya juga jadinya tidak
banyak ambil dokumentasi saat pendakian. Saya sibuk melawan rasa kantuk sambil
terus mendaki. By the way, semua dokumentasi di jalur ini saya ambil saat
perjalanan turun ya.
Perjalanan dilanjutkan dari pos 2
ke pos 3, ditempuh dalam waktu kurang
lebih 40 menit. Jalurnya alami, cukup terjal dan jelas. Suasana senja mulai
tiba. Saaaaaaaangat dingin… namun ah… indah sekaaliiii…. Di jalur menuju pos 3
ini, saya juga berhenti sejenak untuk mempersiapkan headlamp. Rasa kantuk pun
semakin parah ditambah juga dengan rasa lapar. Saya akhirnya sambil mendaki,
sambil memakan snack bar yang saya bawa, demi mengurangi rasa kantuk dan lapar
saya. Snack bar bisa jadi makanan yang rekomended bgt loh guys, untuk camilan
selama pendakian. Karena porsinya yang sedikit namun tinggi serat, cukup bisa
jadi solusi untuk menambah energi walaupun tanpa makan banyak.
Lanjut pendakian dari pos 3 ke
zona signal atau batas pelawangan, ditempuh dalam waktu kurang lebih 40 menit.
Tracknya bebatuan dan cukup terjal. Karena kondisi sudah cukup gelap, saya
mulai menggunakan cahaya dari headlamp, dan lanjut menuju Sunrise Camp. Jarak pos
zona signal ke Sunrise camp cukup dekat. Bisa dibilang hanya beberapa menit
juga sampai. Sunrise camp adalah padang rumput yang sangat luas, jadi akan muat
banyak para pendaki yang ingin mendirikan tenda untuk bermalam. Tinggal
pintar-pintar pilih spot untuk menyaksikan sunrise di keesokan harinya.
Saya bersama tim, malam itu total
mendirikan 9 tenda untuk 30 orang dengan bentuk melingkar dan di tengahnya dipasang
beberapa flysheet. Malam hari itu, cuaca sangat cerah dan begitu dingin. Jangan
lupa ya bawa sarung tangan. Bubar makan malam, saya tidak menunggu lama untuk
segera beristirahat. Namun pada jam-jam 2 pagi buta, saya terbangun, dan
ternyata banyak yang bangun karena memang terasa begitu dingin. Bahkan saya
tidur dengan sleeping bag berbahan dakron yang biasanya bikin gerah karena
sudah double jaket polar, kaos kaki, sarung tangan. Tapi ini di dalam sleeping
bag terasa basah efek suhu dinginnya yang ternyata sempat mencapai -11° C. Saat
itu juga salah satu anggota tim kami ada yang hampir terkena Hipotermia. Namun telah
segera ditangani dengan mengganti semua pakaian yang jauh lebih bersih dan
kering, minum teh panas, juga sleeping dengan dipeluk teman-teman setendanya.
Tips aja biasanya, untuk hipotermia kalo takut lebih parah, jaga-jaga aja bawa
Emergancy Blanket. Emergancy blanket, sejenis lipatan aluminium foil yang kalo
dibuka, bisa membungkus seluruh tubuh manusia kemudian dilanjut menumpuk dengan
menggunakan sleeping bag.
Pada akhirnya saya masih bisa
melanjutkan istirahat, dan terbangun kembali pada jam 05.00 pagi. Saya dan
teman-teman yang satu tenda, keluar di pagi buta untuk membuang air kecil. Oh
iya, untuk sisa tissue basah yang digunakan untuk membilas, lebih baik dibawa
kembali dan buang ke plastik sampah kita ya. Pada saat itu, sunrise mulai
terlihat garis orennya. Namun memang benar-benar terasa sangat dingin. Bahkan
embun pagi pun sampai berubah berupa serpihan es. Berjalannya waktu, matahari
terbit semakin terlihat, dan indah. Semua pendaki bangun untuk menikmatinya.
Saya pun berfoto ria dengan teman-teman.
Setelah puas berfoto dan matahari
mulai panas, kami semua beramai-ramai masak untuk sarapan sebelum perjalanan
turun. Kami masak nasi, sayur, goreng-goreng lauk. Mantap dan seru deh pokoknya,
secara ya 30 orang gimana gak rameeee. Usai sarapan, kami melanjutkan bongkar
tenda lalu packing untuk bersiap kembali turun. Tidak lupa kami membersihkan
lokasi camp agar dapat dipastikan tidak ada sampah yang tertinggal. Perjalanan
turun dimulai pada jam 10.00 WIB. Salah satu teman kami ada yang jatuh dan
cidera pada telapak tangan kanannya. Saya pun turut jalan santai menemaninya
hingga pos 1. Kurang lebih 2 jam perjalanan dari sunrise camp saya tiba kembali
di basecamp Tapak Banteng. Melanjutkan bebersih seperti mandi, packing ulang
bawaan, dan bersiap untuk pulang ke Jakarta. Tidak lupa saya membawakan oleh-oleh
Carica, yaitu pepaya khas Dieng untuk kedua orang tua saya di rumah.
Nah itu dia cerita perjalanan
singkat saya di gunung Prau ini. Gunung yang sudah sangat terkenal ini, saya
tidak menyangka, ternyata naik juga ke Prau karena diajakin sahabat lama saya
yang sudah 1,5 tahun tidak berjumpa. Saya sendiri sejak dulu belum pernah ada
niatan untuk ke Prau, karena biasanya saya lebih pilih gunung yang tidak begitu
ramai. Tapi memang, Prau sangat indah untuk menikmati Sunrise. Saya sungguh
tidak menyesal hehehe… Terima kasih buat yang udah baca, semoga bermanfaat.
Bye…bye…
Noted : Saya Arin, mencoba menjadikan hobi dan pengalaman untuk membuat rental alat camping. Khatulistiwa Adventure namanya. Khatulistiwa Adventure ini telah menjadi rekomendasi rental alat camping di Bekasi sejak 2016. Untuk liat katalog alat, bisa cek di WA kami 0896-5750-4996. Bisa cek IG juga di @khatulistiwa_adv.
Tidak ada komentar untuk "Pendakian Gunung Prau 2.565 Mdpl Via Patak Banteng"
Posting Komentar