Random Talk #14 : Pandangan Tentang Pernikahan


Oke, akhirnya saya menulis ini juga. Sebenarnya sudah cukup lama ingin menulis. Tapi saya menunggu waktu yang tepat dimana saya sedang tidak galau, tidak sedang senang banget ataupun sedang marah ya. Dipastikan sudah netral perasaan saya ketika menulis ini. You know lah ya, menikah itu agak sensitif ketika dibahas, dan semua pasangan punya konsepnya masing-masing untuk menjalaninya.

Sambil mendengarkan lagu Married Life saya menulis, setidaknya bisa membuat saya tetap punya harapan dan khayalan kehidupan pernikahan yang saya ingikan. Sebelum mencapai ke harapan, pasti ada pola pikir tentang bagaimana menilai arti sebuah pernikahan itu sendiri seperti apa di mata saya. Dan sebelum terbentuknya pola pikir tersebut, pasti ada masa-masa perubahan akan nilai tersebut dari apa yang sudah dilewati.

Saya termasuk orang yang harus banget mengenal secara pribadi terlebih dahulu dengan laki-laki yang saya akan nikahi. Oke I know, semua itu juga berdasarkan apakah si laki-laki itu mau menikah dengan saya atau tidak. Tetapi untuk menjawab itu pun saya butuh waktu untuk mengenal dia langsung. Jadi saya bisa dibilang sampai saat ini, saya masih harus melewati masa pacaran dulu.

Teman laki-laki saya cukup banyak. Dari di masa sekolah, masa kuliah, masa sering mendaki gunung apalagi, sangat-sangat banyak mengenal teman baru (tidak hanya perempuan). Di tambah saya pernah ikut kegiatan ekspedisi kurang lebih setengah tahun bersama mereka. Ada laki-laki versi mahasiswa, versi militer, versi polisi dan juga pastinya versi karyawan swasta.

Dan memang setelah saya kuliah, saya berpegang prinsip untuk perbanyak teman, apalagi laki-laki supaya saya bisa mengenal karakter mereka yang berbeda tapi setidaknya jadi tidak gampang baper yaaa ketika ketemu pria baik sekali saja.

Jadi gak ada tuh istilah di kamus hidup saya dighosting pria. Karena pola pikir saya yang sangat logis kadang lebih dominan, membuat saya, yaudah kalo dia cabut, berarti sebelumnya dia sedang niat untuk penjajakan “apa saya bisa jadi pasangannya atau tidak?”, terus kalo dia merasa tidak cocok, masa iya saya harus galau? Sedih? Loh kenapa? Gak perlu. Itu hak mereka. Selama mereka belum jadi pasangan saya, itu kebebasan mereka untuk cabut. Begitupun sebaliknya ya. Lain kalo dia tetap stay, tapi gak pernah bilang suka, berarti dia hanya ingin berteman baik dengan kita… Sekali lagi, semua isi tulisan ini hanya opini saya saja ya.

Dan satu hal yang biasa saya lakukan adalah ketika terasa sedang PDKT, saya gak mungkin, gak pernah suka di antara semua teman-teman pria yang sudah saya kenal. Tapi saya juga tidak akan pernah menunjukan, saya tidak pernah memberi kode apapun itu. Saya cukup berusaha menjadi diri sendiri setransparan itu, supaya mereka yang beneran suka dengan saya, ya karena dengan kepribadian saya ini. I think inilah kunci awal PDKT,kalo mau hubungan kedepannya nanti awet.

Jadi ya ketika saya suka dengan siapapun, tidak pernah saya perjuangkan untuk mengcover diri saya agar terlihat sempurna di mata dia. Saya hanya tetap menjadi diri saya sendiri, mencintai diri saya dengan merawat apa yang saya miliki.

Saya akan berjuang mempertahankan hubungan ketika kita sudah berkomitmen atau ya bisa dibilang sudah pacaran ya. Saya akan memperbesar rasa suka dan cinta saya ketika pria yang saya suka itu ternyata juga sudah menyatakan perasaannya kalo dia suka juga dengan saya.

Jadi memang ada tahapannya ya. Btw, kalo ada pria-pria sebelumnya pernah merasa saya cukup cuek, seperti biasa saja, ya karena itu sebenarnya. Terasa susahnya tuh ketika saya suka dengan seorang pria, dan dia juga belum atau memang gak pernah bilang suka dengan saya. Saya harus menetralkan perasaan saya, saya berusaha setidak kelihatan itu kalo saya suka dengan pria ini.

Cara berpikir saya berpendapat bahwa, laki-laki lah yang harus mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu, harus berani dengan resiko apapu jawabannya, mereka yang lebih tahu perasaan mereka, tujuan hidup mereka akan dilewati dengan perempuan yang seperti apa. Karena mereka akan jadi kepala rumah tangga, akan jadi nahkoda kemana perahu akan berlayar. Menurut saya ketika seorang pria sudah yakin akan sesuatu, ya mereka memang beneran sudah yakin akan keputusannya. Pria sangat tidak bisa dipaksakan. Apapun yang dipaksakan akan tidak bertahan lama.

Ketika sudah berpacaran pun, ya jujur saya pernah naif, berpikir kenapa pasangan harus putus dengan alasan tidak cocok, padahal bisa dikenal saja saat pdkt, kalo cocok ya lanjut, perjuangkan apa arti komitmen itu sendiri.

Tapi setelah saya melewati semua itu saya belajar, ya justru dari perjalanan hubungan itu, kita pasti melewati pasang surutnya kehidupan berdua seperti saat sakit, saat ekonomi turun, saat memperjuangkan mimpinya, saat sama-sama belajar untuk menjadi kepribadian yang lebih baik lagi. Lalu menilai, apakah pasangan kita worth it untuk dinikahi, apakah dia memiliki sifat setia yang sangat tinggi, apakah dia memiliki sifat tanggung jawab yang tinggi. Pada akhirnya setelah melewati semua itu, kita baru bisa mengambil keputusan tersebut.

Saya sebagai wanita, ketika sudah berprinsip untuk siap melanjutkan ini ke jenjang pernikahan, tetap saja menunggu apakah pasangan saya (si Pria) juga siap untuk menikah?, Apakah dia yakin sudah selesai dengan dirinya sendiri?, apakah dia sudah selesai dengan masa lalunya, apakah dia sudah siap untuk menjalani rumah tanggannya?. Just it, balik lagi ke pria nya apakah ingin lanjut ke jenjang pernikahan atau tidak.

Lalu… lalu… bagaiamana jika dia memilih berhenti di sini. Saya harus siap dan terima akan keputusan pria tersebut. Ternyata mungkin menurut dia kita belum cocok banget atau hal lainnya. Ataupun tentang masa lalunya, dia gagal move on, itu berarti dia masih mencintai masa lalunya. Ya saya harus menghargai semua itu, selama dia mengatakan semua itu dengan jujur dan baik-baik ya. Bukan dengan cara tiba-tiba dia selingkuh atau tiba-tiba cabut (ghosting) wkwk… Jelas tidak akan saya hargai, dan saya yakin dia akan kena karmanya sendiri.

Saya tidak mau menikah dengan laki-laki yang belum selesai dengan dirinya sendiri dan juga dengan masa lalunya. Buat apa? Meskipun saya sudah mencintainya. Ya saya harus relakan kebahagian dia. Dan saya yakin Tuhan memilik rencana yang terbaiiik buat kehidupan dan mimpi-mimpi saya.

Saya lumayan jago untuk ngeswitch cara berpikir saya ketika kenyataan sudah ada di depan mata. Saya langsung move on ketika semua sudah jelas, gak ada yang ngambang sedikit pun. Saya cuma perlu melanjutkan kehidupan saya sampai saya bertemu dengan jodoh saya yang sebenarnya siapa.

Lalu, bagaimana jika pria itu yakin untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Yes ketika saya sendiri pun sudah yakin dengan doi. Saya sepakat dan setuju untuk segera menikah. Menikah di mata saya adalah bepartner seumur hidup, apapun yang terjadi tetap saling percaya, saling menjaga arti sebuah komitmen, berjuang untuk kebaikan bersama, berjuang untuk tidak bercerai.

Yes just it, saya menikah bukan mencari pria yang ingin menghidupi saya dengan nyaman, lalu saya hanya menikmati saja. Bukan berarti saya hanya karena capek cari uang atau capek sendirian lalu saya memutuskan menikah. Saya menikah untuk mencari teman hidup, untuk melewati semuanya bersama. Ya tahu lah ya, kehidupan itu sangat berwarna sekali dan ramai rasanya. Dan untuk bisa melewati semua itu harus juga saling mencintai. Maka dari itu, perasaan saya bagaimana dengan seorang pria tersebut juga penting, bukan hanya menunggu pria mana yang mau menikahi saya.

Tidak ada komentar untuk "Random Talk #14 : Pandangan Tentang Pernikahan"